Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh sahabat Pustaka Pengetahuan, Seorang Imam al-Mawardi dalam kitabnya al-Ahkam al-Sulthoniyah memberikan definisi khilafah sebagai berikut “Penggantian (tugas) kenabian untuk memelihara agama dan mengatur urusan dunia”. Dari kepemimpinan tertinggi ini, kemudian berkembang pada seluruh aspek kehidupan manusia, sampai ke kelompok yang paling kecil, keluarga dan individunya. Dalam hal ini, sudah barang tentu kita tidak akan membahas masalah khalifah, suksesi pimpinan nasional dan sebagainya, akan tetapi kita hanya akan mempelajari secara sepintas bagaimana mestinya kalau kita kebetulan diserahi tugas untuk memimpin satulembaga atau organisasi. Oleh karena itu, yang perlu kita ketahui adalah sifat-sifat dari calon pemimpin tersebut, sehingga kita dapat meneladaninya atau memudahkan kita untuk memilih seorang pemimpin.
Kriteria Memilih Pemimpin Perspektif Al-Qur'an
Sejalan dengan uraian-uraian sebelumnya, maka dapat dirumus-kan beberapa kriteria seorang pemimpin yang dipahami melalui ayat-ayat Al-Qur'an berdasarkan pendekatan tafsir maudhu'iy. Kriteria-kriteria tersebut dapat adalah sebagai berikut :
Beriman
Kriteria beriman dipahami dari QS. al-Anbiya’ ayat 73 yang menggunakan term dan QS. Fātir ayat 39 dan QS. al-Hadid ayat 7 yang menggunakan derivasi " اﻷﺋﻤﺔ" term "ﺧﻠﯿﻔﺔ ". Khusus term "اﻷﺋﻤﺔ (al-aimmah) sebagaimana yang telah disinggung asal kata aslinya adalah al-imām. Dalam pandangan Taba'tabā'i bahwa seorang imam haruslah beriman dan dalam posisinya sebagai pemimpin telah memperoleh hidayah, dan hal tersebut sebagai salah satu bagian dari imamah itu sendiri. Hidayah ini tidak diperoleh oleh sembarang orang, dan sembarang cara. Perolehan hidayah, sebagaimana juga perolehan kemaksuman akan didapat lewat kesabaran seorang hamba dalam menyosong pelbagai ujian dalam menuju Allah swt dan melalui keyakinannya yang mendalam.
Penjelasan Taba'taba'i di atas tentu saja sesuai dengan redaksi awal ayat QS al-Anbiya ayat 73
Artinya :"Dan Kami menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami dan Kami wahyukan kepada mereka agar berbuat kebaikan, melaksanakan salat dan menunaikan zakat, dan hanya kepada Kami mereka menyembah".
Adil
Adil adalah kriteria pemimpin yang ditemukan dalam QS. Shād ayat 26. Ayat ini menerangkan tentang jabatan khalifah yang diembang oleh Nabi Dawud, di mana beliau diperintahkan oleh Allah swt menetapkan keputusan secara adil di tengah-tengah masyarakat, umat manusia yang dipimpinnya.
Redaksi QS. Shād ayat 26 yang menjadi acuan utama kriteria keadilan bagi seorang pemimpin.
“Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat darin jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan”.
Sejalan dengan itu QS. Al-Nisā ayat 58 yang memerintahkan seorang pemimpin berlaku adil, dan di dahului dengan perintah untuk menjalankan amanah kepemimpinan dengan sebaik-baiknya.
Amanah
Sebagai seorang pemimpin, tidak hanya yang baik tetapi juga harus memiliki sifat amanah, dan hal ini disebut bersamaan dengan term adil dalam QS. An-Nisā ayat 58 yang telah di kutip tadi.
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat”.
Amanah dalam pandangan Al-Maragi adalah sebuah tanggung jawab yang terbagi atas tiga, yakni
- Tanggung jawab manusia kepada Tuhan
- Tanggung jawab manusia kepada sesamanya
- Tanggung jawab manusia terhadap dirinya sendiri
Dengan demikian, kriteria pemimpin yang dikonsepsikan di sini adalah tidak khianat terhadap tanggungjawab yang diberikan Allah, dan jabatan apapun diberikannya dari sesama manusia, dan terhadap dirinya sendiri. Intinya adalah, bahwa seorang pemimpin yang baik harus baik pula hubungannya dengan Allah dan hubungan dengan sesama manusia, hablun minallāh wa hablun minannās.
Syura (Musyawarah)
Al-Qur’an dengan jelas menyatakan bahwa seseorang yang menyebut dirinya pemimpin wajib melakukan musyawarah dengan orang yang berpengetahuan atau orang yang berpandangan baik. Sebagaimana Firman Allah SWT surat Asy Syura ayat 38
“Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka”.
Amr bi al-ma’ruf wa nahy ‘an al-munkar
Amr ma’ruf nahi munkar, yaitu “suruhan untuk berbuat baik serta mencegah dari perbuatan jahat.” Istilah itu diperlakukan dalam satu kesatuan istilah, dan satu kesatuan arti pula, seolah - olah keduanya tidak dapat dipisahkan. Ma’ruf diartikan sebagai segala perbuatan yang mendekatkan diri kepada Allah sedangkan munkar ialah segala perbuatan yang menjauhkan dari pada-Nya. Dengan demikian dapat dipahami bahwa prinsip kepemimpinan amr ma’ruf dan nahi munkar sangat ditekankan oleh Allah karena dari prinsip ini akan melahirkan hal-hal yang akan membawa kebaikan pada suatu kepemimpinan. Sebagaimana dalam QS. al-Hajj ayat 41.
“(yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma´ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan”.
Dalam kehidupan manusia tentu diperlukan seorang pemimpin, karena manusa merupakan makhlyuk sosial yang saling membutuhkan bantuan satu sama lainnya. Sehingga perlulah ada yang menjadi pemimpin untuk memimpin dalam menyelesaikan berbagai persoلlan. Dalam Al Qurلn ada beberpa kata yang diartikan sebagai pemimpin yaitu : Khalifah, Imamah, Ulu amr, sulthan, mulk, qowwamah, wilayah/auliya.
Referensi
Allāmah Muhammad Husayn Taba'taba'i, Al-Mīzān fī Tafsīr al-Qur’ān, jilid IV (Cet. II; Teheran: Dār al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1971).
Al-Maraghi, Ahmad Mustāfa. Tafsir al-Marāgi, juz V (Mesir: Mustafa al-Babi al-Halab wa Awladuh, 1973), h. 70
Chotban, Sippah. (2018). Hukum Memilih Pemimpin Non Muslim. Jurnal Al Qadau “Peradilan dan Hukum Keluarga Islam”, 5(1), 59-72.Departemen Pendidikan Nasional, (2002) Kamus Besar Bahasa Indonesia Jakarta: Balai Pustaka,
Departemen Agama RI, (2014) Al-Qur'an dan Terjemahnya. Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci Al-Qur'an.
Hamzah, Amir. (2018). Kriteria Pemimpin Menurut Al-Qur’an (Suatu Kajian Tafsir Maudhu'iy). Jurnal Al Qalam “Kajian Islam & Pendidikan”, 10(2), 13-28.
Demikianlah artikel yang berjudul Kriteria Memilih Pemimpin Dalam Al-Qur'an. Apabila ada kekurangan ataupun kekeliruan dalam penulisan artikel ini, Pustaka Pengetahuan mengucapkan mohon maaf yang sebesar - besarnya. Silahkan tinggalkan pesan yang bijak pada kolom komentar yang tersedia. Terima kasih sudah mengunjungi, semoga bermanfaat.
Bahan bacaan lainnya, jika membantu tugas sekolah silahkan klik Berbagai Reviews
Untuk menambah wawasan dan pengetahuan, silahkan klik Baraja Farm
Tutorial cara budidaya silahkan klik Baraja Farm Channel
Media sosial silahkan klik facebook
Tidak ada komentar:
Posting Komentar