Sahabat Pustaka Pengetahuan, kerajaan Tarumanagara merupakan kerajaan tertua kedua di Nusantara setelah kerajaan Kutai, yang meninggalkan bukti arkeologi. Kerajaan Tarumanegara pernah berkuasa di wilayah barat pulau Jawa pada abad ke-5 sampai abad ke-7 Masehi. Adapun bukti tertua peninggalan arkeologi dari kerajaan ini adalah prasasti Ciaruteun, berupa batu peringatan dari abad ke-5 Masehi yang ditandai dengan bentuk tapak kaki raja Purnawarman. Purnawarman adalah raja terkenal dari Tarumanegara.
Kerajaan Tarumanegara
Perlu sahabat Pustaka Pengetahuan pahami bahwa kerajaan ini terletak tidak jauh dari pantai utara Jawa bagian barat. Berdasarkan prasasti-prasasti yang ditemukan letak pusat Kerajaan Tarumanegara diperkirakan berada di antara Sungai Citarum dan Cisadane. Kalau mengingat namanya Tarumanegara, dan kata taruma mungkin berkaitan dengan kata tarum yang artinya nila. Kata tarum dipakai sebagai nama sebuah sungai di Jawa Barat, yakni Sungai Citarum. Mungkin juga letak Tarumanegara dekat dengan aliran Sungai Citarum.
Adapun sejarah tertua yang berkaitan dengan pengendalian banjir dan sistem pengairan adalah pada masa kerajaan Tarumanegara. Dalam mengendalikan banjir dan usaha pertanian yang diduga di wilayah Jakarta saat ini, maka Raja Purnawarman memerintahkan menggali sungai Candrabaga. Setelah selesai melakukan penggalian sungai, lalu raja mempersembahkan 1.000 ekor lembu kepada brahmana. karena berkat sungai itulah penduduk Tarumanegara menjadi makmur.
Ada terdapat tujuh bukti prasasti yang berhubungan dengan kerajaan Tarumanagara ditemukan di daerah Jawa Barat, Jakarta dan Banten. Prasasti tersebut di antaranya adalah prasasti Ciaruteun, Kebon Kopi I, Jambu, Pasir Awi, dan Muara Cianten di dekat Bogor; prasasti Tugu di Jakarta Utara; dan prasasti Cidanghiang di Pandeglang, Banten. Kemudian berdasarkan prasasti Tugu, Purbacaraka memperkirakan pusat Kerajaan Tarumanegara ada di daerah Bekasi.
Letak Kerajaan Tarumanegara
Diperkirakan letak kerajaan Tarumanegara berada di lembah Sungai Citarum, Bogor, Jawa Barat. Pendiri kerajaan Hindu ini pertama kali dibangun oleh Jayasingawarman yang merupakan menantu dari raja Dewawarman VIII. Jayasingawarman merupakan seseorang berasal dari India.pergi mengungsi ke Nusantara dan mendirikan kerajaan Tarumanegara kerajaannya di sana diserang. Ibu Kota kerajaan Tarumanegara yang berada di Jayasinghapura pun menggantikan pusat pemerintahan dari kerajaan ayah mertuanya, kerajaan Salakanegara. Kerajaan Salakanegara hanya menjadi kerajaan daerah biasa.
Sumber Sejarah Tarumanegara
Adapun sumber sejarah kerajaan Tarumanegara yang utama adalah beberapa prasasti yang telah ditemukan. Berkaitan dengan perkembangan Kerajaan Tarumanegara, telah ditemukan tujuh buah prasasti. Prasasti-prasasti itu berhuruf Pallawa dan berbahasa Sanskerta. Berikut ini merupakan prasasti - prasati itu, yakni :
1. Prasasti Tugu.
Inskripsi yang dikeluarkan oleh Purnawarman ini ditemukan di Kampung Batu Tumbuh, Desa Tugu, dekat Tanjung Priok, Jakarta. Dituliskan dalam lima baris tulisan beraksara Pallawa dan bahasa Sanskerta. Inskripsi tersebut isinya sebagai berikut:
“Dulu (kali yang bernama) Candrabhaga telah digali oleh maharaja yang mulia dan mempunyai lengan kencang dan kuat, (yakni Raja Purnawarman), untuk mengalirkannya ke laut, setelah (kali ini) sampai di istana kerajaan yang termashur. Pada tahun ke-22 dari tahta Yang Mulia Raja Purnawarman yang berkilauan-kilauan karena kepandaian dan kebijaksanaannya serta menjadi panji-panji segala raja, (maka sekarang) beliau memerintahkan pula menggali kali yang permai dan berair jernih, Gomati namanya, seteleh kali itu mengalir di tengah-tengah tanah kediaman Yang Mulia Sang Pandeta Nenekda (Sang Purnawarman). Pekerjaan ini dimulai pada hari yang baik, tanggal delapan paroh gelap bulan Phalguna dan selesai pada tanggal 13 paroh terang bulan Caitra, jadi hanya dalam 21 hari saja, sedang galian itu panjangnya 6.122 busur (± 11 km). Selamatan baginya dilakukan oleh brahmana disertai persembahan 1.000 ekor sapi”.
2. Prasasti Ciaruteun.
Prasasti ini ditemukan di Kampung Muara, Desa Ciaruteun Hilir, Cibungbulang, Bogor. Prasasti terdiri atas dua bagian, yaitu Inskripsi A yang dipahatkan dalam empat baris tulisan berakasara Pallawa dan bahasa Sanskerta, dan Inskripsi B yang terdiri atas satu baris tulisan yang belum dapat dibaca dengan jelas. Inskripsi ini disertai pula gambar sepasang telapak kaki. Inskripsi A isinya sebagai berikut:
“ini (bekas) dua kaki, yang seperti kaki Dewa Wisnu, ialah kaki Yang Mulia Sang Purnawarman, raja di negeri Taruma, raja yang gagah berani di dunia”. Beberapa sarjana telah berusaha membaca inskripsi B, namun hasilnya belum memuaskan. Inskrispi B ini dibaca oleh J.L.A. Brandes sebagai Cri Tji aroe? Eun waca (Cri Ciaru?eun wasa), sedangkan H. Kern membacanya Purnavarmma-padam yang berarti “telapak kaki Purnawarman”.
3. Prasasti Kebon Kopi
Prasasti ini ditemukan di Kampung Muara, Desa Ciaruetun Hilir, Cibungbulang, Bogor. Prasastinya dipahatkan dalam satu baris yang diapit oleh dua buah pahatan telapak kaki gajah. Isinya sebagai berikut: “Di sini tampak sepasang telapak kaki…… yang seperti (telapak kaki) Airawata, gajah penguasa Taruma (yang) agung dalam…… dan (?) kejayaan”.
4. Prasasti Muara Cianten
Terletak di muara Kali Cianten, Kampung Muara, Desa Ciaruteun Hilir, Cibungbulan, Bogor. Inskripsi ini belum dapat dibaca. Inskripsi ini dipahatkan dalam bentuk “aksara” yang menyerupai sulur-suluran, dan oleh para ahli disebut aksara ikal.
5. Prasasti Jambu (Pasir Koleangkak)
Terletak di sebuah bukit (pasir) Koleangkak, Desa Parakan Muncang, Nanggung, Bogor. Inskripsinya dituliskan dalam dua baris tulisan dengan aksara Pallawa dan bahasa Sansekerta. Isinya sebagai berikut:
“Gagah, mengagumkan dan jujur terhadap tugasnya, adalah pemimpin manusia yang tiada taranya, yang termashur Sri Purnawarman, yang sekali waktu (memerintah) di Tarumanegara dan yang baju zirahnya yang terkenal tiada dapat ditembus senjata musuh. Ini adalah sepasang telapak kakinya, yang senantiasa berhasil menggempur musuh, hormat kepada para pangeran, tetapi merupakan duri dalam daging musuh- musuhnya”.
6. Prasasti Cidanghiang (Lebak)
Terletak di tepi kali Cidanghiang, Desa Lebak, Munjul, Banten Selatan. Dituliskan dalam dua baris tulisan beraksara Pallawa dan bahasa Sanskerta. Isinya sebagai berikut:
“Inilah (tanda) keperwiraan, keagungan, dan keberanian yang sesungguhnya dari Raja Dunia, Yang Mulia Purnwarman, yang menjadi panji sekalian raja-raja.
7. Prasasti Pasir Awi
Inskripsi ini terdapat di sebuah bukit bernama Pasir Awi, di kawasan perbukitan Desa Sukamakmur, Jonggol, Bogor, Inskripsi prasasti ini tidak dapat dibaca karena inskripsi ini lebih berupa gambar (piktograf) dari pada tulisan. Di bagian atas inskripsi terdapat sepasang telapak kaki.
Berita Asing
Adapun sumber berita lain yang membuktikan berdirinya kerajaan Tarumanagara adalah berasal dari berita Cina, berupa catatan perjalanan Fa-Hien (penjelajah dari Cina) dalam bentuk buku dengan judul "Fa-Kuo-Chi" menyebutkan bahwa pada awal abad ke-5 M, di Ye-Po-Ti banyak orang Brahmana dan animisme. Pada tahun 414 M Fa-Hien datang ke tanah Jawa untuk membuat catatan sejarah kerajaan To-lo-mo (Kerajaan Tarumanagara), dan singgah di Ye-Po-Ti selama 5 bulan. Selain itu, berita Dinasti Sui menuliskan bahwa pada tahun 528 dan 535, utusan To-lo-mo telah datang dari sebelah selatan. Berita Dinasti Tang menuliskan bahwa pada tahun 666 dan 669 utusan To-lo-mo telah datang. Dari berita tersebut dapat diketahui bahwa Kerajaan Tarumanagara berkembang antara tahun 400–600 M, yang pada saat itu masa kepemimpinan Raja Purnawarman dengan wilayah kekuasaan hampir seluruh Jawa Barat.
Naskah Wangsakerta
Sumber sejarah berupa naskah Wangsakerta menjadi polemik di kalangan sejarawan, sebab naskah-naskah ini diragukan keasliannya sehingga sulit untuk dijadikan patokan sejarah. Sebelumnya, pada tahun 1980-an polemik di majalah, surat kabar, kalangan arkeolog terjadi bahkan sampai diangkat ke percaturan nasional. Penulisan Naskah Wangsakerta diklaim berlangsung selama 21 tahun dibawah pimpinan Pangeran Wangsakerta menggunakan kertas daluang dan tinta hitam dan bertahan selama 100 tahun sehingga dapat dikatakan bahwa naskah yang ada di Museum Sri Baduga merupakan naskah salinan.
Adapun isi dari naskah ini mendeskripsikan mengenai sejarah pulau-pulau di Nusantara. Bahkan uraian sejarah tertulis lengkap dan terperinci mulai dari kerajaan-kerajaan yang ada di Nusantara hingga daftar raja-raja yang memerintah lengkap beserta angka tahun pemerintahannya tertulis secara rinci. Naskah Wangsakerta terdiri atas 5 karangan dengan judul Carita Parahyangan, Nagarakrebhumi, Pustaka Dwipantaraparwa, Pustaka Pararatwan, Pustaka i Bhumi Jawadwipa dan Pustaka Rajya-rajya i Bhumi Nusantara. Polemik muncul sebab naskah-naskah ini mirip tulisan buku sejarah modern dan begitu lengkap.
Penguasa Tarumanagara
Adapun sumber primer berupa prasasti hanya menyebutkan satu raja, yakni Purnawarman sebagai raja Tarumanagara. Silsilah nenek moyang maupun keturunan Purnawarman sama sekali tidak disebutkan dalam prasasti manapun. Naskah Wangsakerta yang konon pernah disusun pada abad ke-17 setelah era Kerajaan Tarumanagara menyebutkan setidaknya terdapat 12 raja yang pernah memimpin Tarumanagara. Diawali dengan Jayasingawarman sebagai raja pertama dan diakhiri oleh Linggawarman sebagai raja terakhir. Masih menurut Wangsakerta, kerajaan Tarumanagara jatuh pada menantu dari putri sulungnya yaitu Tarusbawa dari Kerajaan Sunda. Tarusbawa lebih menginginkan kerajaannya sendiri yaitu Sunda. Akan tetapi, hal tersebut tidak dapat dibuktikan secara pasti kapan Kerajaan Tarumanagara berakhir mengingat Naskah Wangsakerta baru ditulis 1.000 tahun setelah kejadian sebenarnya.
Raja - Raja Tarumanegara
Diketahui Kerajaan Tarumanegara pernah dipimpin oleh 12 orang raja. Berikut ini daftar raja-raja yang memerintah Kerajaan Tarumanegara, yaitu :
- Jayasingawarman (358-382 M)
- Dharmayawarman (382-395 M)
- Purnawarman (395-434 M)
- Wisnuwarman (434-455 M)
- Indrawarman (455-515 M)
- Candrawarman (515-535 M)
- Suryawarman (535-561 M)
- Kertawarman (561-628 M)
- Sudhawarman (628-639 M)
- Hariwangsawarman (639-640 M)
- Nagajayawarman (640-666 M)
- Linggawarman (666-669 M)
Adapun, masa kejayaan kerajaan Tarumanegara berhasil terjadi di masa kepemimpinan raja Purnawarman. Dalam kepemimpinannya, ia juga dibantu oleh sang Adik, Cakrawarman sebagai panglima dan Nagawarman sebagai panglima laut.
Kehidupan Kerajaan Tarumanagara
Dalam kehidupan politik pada masa Kerajaan Tarumanagara diketahui berdasarkan prasasti yang telah ditemukan. Berdasarkan prasasti tersebut, raja yang berhasil meningkatkan kehidupan rakyat adalah Raja Purnawarman yang dibuktikan dalam prasasti tugu yang menuliskan bahwa penggalian kali yang dilakukan membuat kehidupan rakyat makmur dan merasa aman. Kemudian, kondisi sosial pada masa pemerintahan Raja Purnawarman terus meningkat dengan memperhatikan kedudukan kaum Brahmana sebagai tanda penghormatan kepada para dewa. Agama yang dianut oleh Raja Purnawarman dan rakyatnya adalah Hindu Siwa dengan kaum Brahmana sebagai pemegang peran penting dalam upacara. Sikap toleransi beragama pada masa ini cukup tinggi dibuktikan dengan adanya agama Budha dan agama nenek moyang (animisme).
Prasasti tugu menuliskan bahwa Raja Purnawarman membuat terusan sepanjang 6122 tombak yang dipergunakan sebagai sarana lalu lintas pelayaran dan perdagangan dengan daerah sekitarnya (Kalimalang). Hal ini menandakan kehidupan ekonomi rakyatnya tertata rapi. Selain itu, kehidupan budaya pada masa itu sudah berada di dalam taraf tinggi yang ditandai dengan teknik dan cara penulisan huruf-huruf dari prasasti yang memperlihatkan perkembangan budaya tulis menulis.
Pemerintahan Kerajaan Tarumanegara
Kerajaan Tarumanegara mulai berkembang pada abad ke-5 M. Raja yang sangat terkenal adalah Purnawarman. Ia dikenal sebagai raja yang gagah berani dan tegas. Ia juga dekat dengan para brahmana, pangeran, dan rakyat. Ia raja yang jujur, adil, dan arif dalam memerintah. Daerahnya cukup luas sampai ke daerah Banten. Kerajaan Tarumanegara telah menjalin hubungan dengan kerajaan lain, misalnya dengan Cina.
Dalam kehidupan agama, sebagian besar masyarakat Tarumanegara memeluk agama Hindu. Sedikit yang beragama Buddha dan masih ada yang mempertahankan agama nenek moyang (animisme). Berdasarkan berita dari Fa-Hien, di To-lo-mo (Tarumanegara) terdapat tiga agama, yakni agama Hindu, agama Buddha dan kepercayaan animisme.
Raja memeluk agama Hindu. Sebagai bukti, pada prasasti Ciaruteun ada tapak kaki raja yang diibaratkan tapak kaki Dewa Wisnu. Sumber Cina lainnya menyatakan bahwa, pada masa Dinasti T’ang terjadi hubungan perdagangan dengan Jawa. Barang-barang yang diperdagangkan adalah kulit penyu, emas, perak, cula badak, dan gading gajah. Dituliskan pula bahwa penduduk daerah itu pandai membuat minuman keras yang terbuat dari bunga kelapa.
Rakyat Tarumanegara hidup aman dan tenteram. Pertanian merupakan mata pencaharian pokok. Di samping itu, perdagangan juga berkembang. Kerajaan Tarumanegara mengadakan hubungan dagang dengan Cina dan India. Untuk memajukan bidang pertanian, raja memerintahkan pembangunan irigasi dengan cara menggali sebuah saluran sepanjang 6112 tumbak (±11 km). Saluran itu disebut dengan Sungai Gomati. Saluran itu selain berfungsi sebagai irigasi juga untuk mencegah bahaya banjir.
Runtuhnya Kerajaan Tarumanegara
Sebab runtuhnya kerajaan Tarumanegara dikarenakan adanya masalah keluarga. Pada masa kepemimpinan Linggawarman ia meneruskan tahtanya kepada sang Menantu bernama Tarusbawa. Sang menantu pun melihat bahwa kerajaan Tarumanegara tidak lagi memiliki eksistensi dan kehebatan seperti di masa lampau. Ia pun memilih untuk meninggalkan kerajaan Tarumanegara dan membangun yang baru. Selain itu, kerajaan Tarumanegara juga mengalami banyak gempuran dari kerajaan Majapahit sehingga mengalami kesulitan untuk bertahan.
Peninggalan Kerajaan Tarumanegara
Situs Kampung Muara
- Menhir
- Batu dakon
- Arca batu tidak berkepala
- Struktur Batu kali
- Kuburan (tua)
Situs Ciampea
- Arca gajah (batu)
Situs Gunung Cibodas
- Arca dwarapala
- Arca Brahma
Tidak ada komentar:
Posting Komentar