Kumpulan artikel tentang Pengetahuan, pendidikan dan dunia

Senin, 13 November 2023

Manusia Purba Di Indonesia

| Senin, 13 November 2023

 Halo sahabat Pustaka Pengetahuan, mungkin sudah mendengar tentang situs Manusia Purba Sangiran. Pada saat ini situs Manusia Purba Sangiran telah ditetapkan oleh UNESCO sebagai  warisan budaya dunia, tentu  ini  sangat membanggakan bangsa Indonesia. Dalam pengakuan tersebut didasari berbagai pertimbangan yang kompleks dengan salah satu di antaranya karena di wilayah tersebut tersimpan ribuan peninggalan manusia purba yang menunjukkan proses kehidupan manusia dari masa lalu. Daerah Sangiran telah menjadi sentral  bagi  kehidupan  manusia purba.  Berbagai penelitian dari para ahli juga dilakukan di sekitar Sangiran. Beberapa temuan fosil di Sangiran telah mendorong para ahli untuk terus melakukan penelitian termasuk di luar Sangiran.  

manusia purba di indonesia

Pada daerah Sangiran sahabat Pustaka Pengetahuan dapat mengenal beberapa jenis manusia purba di Indonesia. Setelah ditetapkan sebagai warisan dunia, Situs Manusia Purba  Sangiran  dikembangkan  sebagai pusat  penelitian  dalam negeri dan luar negeri, serta sebagai tempat wisata. Selain itu Sangiran juga memberi manfaat kepada masyarakat di sekitarnya, karena pariwisata di daerah tersebut.  

Tempat Penemuan Fosil Manusia Purba 

Untuk sementara peninggalan manusia purba yang paling banyak ditemukan berada di Pulau Jawa. Walaupun di daerah lain juga ada, para peneliti belum berhasil menemukan tinggalan tersebut atau masih sedikit yang berhasil ditemukan, misalnya di Flores. Di bawah ini akan dipaparkan beberapa penemuan penting fosil manusia di beberapa tempat. 

1. Sangiran 

manusia purba sangiran

Perjalanan kisah perkembangan manusia di Kepulauan Indonesia tidak dapat kita lepaskan dari keberadaan bentangan luas perbukitan tandus yang berada di perbatasan Kabupaten Sragen dan Kabupaten Karanganyar. Lahan itu dikenal dengan nama Situs Sangiran. Di dalam buku Harry Widianto dan Truman Simanjuntak, Sangiran Menjawab Dunia diterangkan bahwa Sangiran merupakan sebuah kompleks situs manusia purba dari Kala Pleistosen yang paling lengkap dan  paling  penting di Indonesia, dan bahkan di Asia. Lokasi tersebut merupakan pusat perkembangan manusia dunia, yang memberikan petunjuk tentang keberadaan manusia sejak 150.000 tahun yang lalu. 

Pada situs Sangiran itu mempunyai luas delapan kilometer pada arah utara-selatan dan tujuh kilometer arah timur-barat. Situs Sangiran merupakan suatu kubah raksasa yang berupa cekungan besar di pusat kubah akibat adanya erosi di bagian puncaknya. Kubah raksasa itu diwarnai dengan perbukitan yang bergelombang. Kondisi deformasi geologis itu menyebabkan tersingkapnya berbagai lapisan batuan yang mengandung fosil-fosil manusia purba dan binatang, termasuk artefak. Berdasarkan materi tanahnya, Situs Sangiran berupa endapan lempung hitam dan pasir fluvio-vulkanik, tanahnya tidak subur dan terkesan gersang pada musim kemarau. 

Sangiran  pertama  kali  ditemukan  dan  diteliti oleh P.E.C. Schemulling tahun 1864, dengan laporan penemuan  fosil vertebrata dari  Kalioso,  bagian  dari wilayah  Sangiran.  Semenjak  dilaporkan  Schemulling situs  itu  seolah-olah  terlupakan  dalam  waktu  yang lama. Eugene Dubois juga pernah datang ke Sangiran, akan tetapi ia kurang tertarik dengan temuan-temuan di  wilayah  Sangiran.  

Sedangkan pada 1934, Gustav Heindrich Ralph von Koenigswald menemukan artefak litik di wilayah Ngebung yang terletak sekitar dua kilometer di barat laut kubah Sangiran. Artefak litik itulah yang kemudian menjadi temuan penting bagi Situs Sangiran. Semenjak penemuan von Koenigswald, Situs Sangiran menjadi sangat terkenal berkaitan dengan penemuan – penemuan fosil Homo erectus  secara  sporadis  dan berkesinambungan. Homo erectus adalah takson paling penting dalam sejarah manusia, sebelum masuk pada tahapan manusia Homo sapiens, manusia modern. Fosil  itu  merupakan  fosil  Homo erectus yang terbaik di Sangiran. Ia ditemukan di endapan pasir fluvio-volkanik di Pucang, bagian wilayah  Sangiran. Fosil  itu  merupakan  dua  di antara Homo erectus di dunia yang masih lengkap dengan mukanya. Satu ditemukan di Sangiran dan satu lagi di Afrika. 

2. Trinil, Ngawi, Jawa Timur.

fosil manusia purba

Sebelum adanya penemuan di Trinil, Eugene Dubois mengawali temuan Pithecantropus erectus di Desa Kedungbrubus, sebuah desa terpencil di daerah Pilangkenceng, Madiun, Jawa Timur. Desa itu berada tepat di tengah hutan jati di lereng selatan Pegunungan Kendeng. Pada saat Dubois meneliti dua horizon/lapisan berfosil di Kedungbrubus ditemukan sebuah fragmen rahang yang pendek dan sangat kekar, dengan sebagian prageraham yang masih tersisa. Prageraham itu menunjukkan  ciri gigi manusia bukan gigi kera, sehingga diyakini  bahwa  fragmen  rahang  bawah  tersebut  milik  rahang  hominid.  Pithecantropus  itu  kemudian  dikenal dengan Pithecantropus A.  

Trinil adalah sebuah desa di  pinggiran Bengawan Solo, masuk wilayah administrasi Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Tinggalan purbakala telah lebih dulu ditemukan  di daerah ini jauh sebelum von Koenigswald  menemukan Sangiran pada 1934. Ekskavasi yang dilakukan oleh Eugene Dubois di Trinil telah membawa penemuan sisa-sisa manusia purba yang sangat berharga bagi dunia pengetahuan. Penggalian Dubois dilakukan pada endapan alluvial Bengawan Solo. Dari lapisan ini ditemukan atap tengkorak Pithecanthropus erectus, dan beberapa buah tulang paha (utuh dan fragmen) yang menunjukkan pemiliknya telah berjalan tegak.  

Tengkorak Pithecanthropus erectus dari   Trinil   sangat   pendek   tetapi   memanjang ke  belakang.  Volume  otaknya sekitar 900  cc, di antara otak kera (600 cc) dan otak manusia modern (1.200-1.400 cc). Tulang kening sangat menonjol dan di bagian belakang mata, terdapat penyempitan yang sangat jelas, menandakan otak yang belum berkembang. Pada bagian  belakang kepala  terlihat  bentuk yang meruncing yang diduga pemiliknya merupakan perempuan. Berdasarkan kaburnya sambungan perekatan antartulang kepala, ditafsirkan inividu ini telah mencapai usia dewasa.  

Temuan Homo erectus juga ditemukan di Ngandong, yaitu sebuah desa di tepian Bengawan Solo, Kabupaten Blora, Jawa Tengah.  Tengkorak  Homo  erectus  Ngandong  berukuran  besar dengan volume otak rata-rata 1.100 cc. Ciri-ciri ini menunjukkan Homo erectus ini lebih maju bila dibandingkan dengan Homo erectus yang ada di Sangiran. Manusia Ngandong diperkirakan berumur antara 300.000-100.000 tahun. 

Jenis – Jenis Manusia Purba Zaman Praaksara

Dengan berdasarkan beberapa penelitian yang dilakukan oleh para ahli, dapatlah direkonstruksi  beberapa jenis manusia purba yang pernah hidup di zaman praaksara, antara lain :

1.  Jenis Meganthropus 

ancient human

Adapun jenis manusia purba ini terutama berdasarkan penelitian von Koenigswald di Sangiran tahun 1936 dan 1941 yang menemukan fosil rahang manusia berukuran besar. Dari hasil rekonstruksi ini kemudian para ahli menamakan jenis manusia ini dengan sebutan Meganthropus paleojavanicus, artinya manusia raksasa dari Jawa. Jenis manusia purba ini memiliki ciri  rahang  yang  kuat  dan  badannya  tegap.  Diperkirakan makanan jenis manusia ini adalah tumbuh-tumbuhan. Masa hidupnya diperkirakan pada zaman Pleistosen Awal.  

2.  Jenis Pithecanthropus 

fosil manusia purba

Adapun jenis manusia ini didasarkan pada penelitian Eugene Dubois tahun 1890 di dekat Trinil, sebuah desa di pinggiran Bengawan  Solo,  di  wilayah  Ngawi. Setelah direkonstruksi terbentuk  kerangka  manusia,  tetapi  masih  terlihat  tanda - tanda kera. Oleh karena itu jenis ini dinamakan Pithecanthropus erectus, artinya manusia kera yang berjalan tegak. Jenis ini juga ditemukan di Mojokerto, sehingga disebut   Pithecanthropus mojokertensis. Jenis manusia purba yang juga terkenal sebagai rumpun Homo erectus ini paling banyak ditemukan di Indonesia. Diperkirakan jenis manusia purba ini hidup dan berkembang sekitar zaman Pleistosen Tengah.

3. Jenis Homo 

Adapun fosil  jenis  Homo  ini  pertama  diteliti  oleh von Reitschoten di Wajak. Penelitian dilanjutkan oleh Eugene Dubois bersama kawan-kawan dan menyimpulkan sebagai jenis Homo. Ciri-ciri jenis manusia Homo ini muka lebar, hidung dan mulutnya menonjol. Dahi juga masih menonjol, sekalipun tidak semenonjol jenis Pithecanthropus. Bentuk fisiknya tidak jauh berbeda dengan manusia sekarang. Hidup dan perkembangan jenis manusia ini sekitar 40.000 – 25.000 tahun yang lalu. Tempat-tempat penyebarannya tidak hanya di Kepulauan Indonesia, tetapi juga di Filipina dan Cina Selatan.

Homo sapiens artinya ‘manusia sempurna’ baik dari segi fisik, volume otak maupun postur badannya yang secara umum tidak jauh  berbeda  dengan  manusia  modern.  Kadang-kadang  Homo sapiens juga diartikan dengan ‘manusia bijak’ karena telah lebih maju dalam berpikir dan menyiasati tantangan alam. Homo  sapiens dengan pendahulunya, Homo erectus. Rangka Homo sapiens kurang kekar posturnya  dibandingkan  Homo erectus. Salah satu alasannya karena tulang belulangnya tidak setebal dan sekompak Homo erectus. 

Hal   ini   mengindikasikan   bahwa   secara  fisik Homo sapiens jauh lebih lemah dibanding  sang pendahulu tersebut. Di lain pihak, ciri-ciri  morfologis  maupun biometriks  Homo  sapiens  menunjukkan   karakter   yang   lebih   berevolusi  dan lebih modern dibandingkan dengan Homo  erectus. Sebagai  misal,  karakter  evolutif yang paling signifikan adalah bertambahnya kapasitas  otak.  Homo  sapiens  mempunyai kapasitas  otak  yang jauh lebih besar (rata-rata 1.400 cc), dengan  atap tengkorak yang jauh lebih bundar dan lebih  tinggi dibandingkan dengan Homo erectus yang mempunyai  tengkorak  panjang  dan  rendah, dengan kapasitas otak 1.000 cc.  

a. Manusia Wajak 

homo wajakensis

Manusia Wajak (Homo wajakensis) merupakan satu-satunya temuan di Indonesia  yang  untuk  sementara dapat disejajarkan perkembangannya dengan manusia modern awal dari  akhir  Kala Pleistosen. Pada tahun  1889, manusia Wajak ditemukan oleh B.D. van Rietschoten di  sebuah  ceruk  di  lereng  pegunungan karst  di  barat laut Campurdarat,  dekat Tulungagung, Jawa Timur. Sartono Kartodirjo (dkk) menguraikan tentang temuan itu, berupa tengkorak, termasuk fragmen rahang bawah, dan beberapa buah ruas leher. 

Dengan adanya penemuan Wajak itu merupakan Homo sapiens dengan mukanya datar  dan  lebar,  akar  hidungnya  lebar  dan bagian mulutnya menonjol sedikit. Dahinya agak miring dan di atas matanya ada busur kening nyata. Tengkorak ini diperkirakan milik seorang perempuan berumur 30 tahun dan mempunyai volume otak 1.630 cc. Wajak kedua ditemukan oleh Dubois pada tahun 1890  di  tempat  yang  sama.  Temuan  berupa  fragmen-fragmen tulang tengkorak, rahang atas dan rahang bawah, serta tulang paha dan tulang kering. Pada tengkorak ini terlihat juga busur kening yang nyata. Pada tengkorak laki-laki perlekatan otot sangat nyata. Langit-langit juga dalam. Rahang bawah besar dengan gigi- gigi yang besar pula. Kalau menutup gigi muka atas mengenai gigi muka bawah. Dari tulang pahanya dapat diketahui bahwa tinggi tubuhnya kira-kira 173 cm. 

b. Manusia Liang Bua 

homo floresiensis

Pengumuman tentang penemuan manusia Homo floresiensis pada tahun 2004 menggemparkan dunia ilmu pengetahuan. Sisa- sisa manusia ditemukan di sebuah gua Liang Bua oleh tim peneliti gabungan Indonesia dan Australia. Sebuah gua permukiman di Flores. Liang Bua bila diartikan secara harfiah merupakan sebuah gua yang dingin. Sebuah gua yang sangat lebar dan tinggi dengan permukaan tanah yang datar, merupakan tempat bermukim yang nyaman bagi manusia pada masa praaksara. Hal itu bisa dilihat dari kondisi lingkungan sekitar gua yang sangat indah, yang berada di sekitar bukit dengan kondisi tanah yang datar di depannya. Liang Bua merupakan sebuah temuan manusia modern awal dari akhir masa Pleistosen di Indonesia yang menakjubkan yang diharapkan dapat menyibak asal usul manusia di Kepulauan Indonesia.

Manusia Liang Bua ditemukan oleh Peter Brown dan Mike J. Morwood bersama-sama dengan Tim dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional pada bulan September 2003 lalu. Temuan itu dianggap sebagai penemuan spesies baru yang kemudian diberi nama Homo floresiensis, sesuai dengan tempat ditemukannya fosil Manusia Liang Bua.  

Pada tahun 1950-an, sebenarnya Manusia Liang Bua telah memberikan data-data tentang adanya kehidupan praaksara. Saat Th. Verhoeven lebih dahulu menemukan beberapa fragmen tulang manusia di Liang Bua, ia menemukan tulang iga yang berasosiasi dengan berbagai alat serpih dan gerabah. Tahun 1965, ditemukan tujuh buah rangka manusia beserta beberapa bekal kubur yang antara lain berupa beliung dan barang-barang gerabah. Diperkirakan Liang  Bua  merupakan  sebuah  situs  neolitik  dan  paleometalik. Manusia Liang Bua mempunyai ciri tengkorak yang panjang dan rendah, berukuran kecil, dengan volume otak 380 cc. Kapasitas kranial tersebut berada jauh di bawah Homo erectus (1.000 cc), manusia modern Homo sapiens (1.400 cc), dan bahkan berada di bawah volume otak simpanse (450 cc).  

Pada tahun 1970, R.P Soejono dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional melanjutkan penelitian beberapa kerangka manusia yang ditemukan di lapisan atas, temuan itu sebanding dengan temuan- temuan rangka manusia sebelumnya. Hasil temuan itu menunjukkan bahwa Manusia Liang Bua secara kronologis menunjukkan hunian dari fase zaman Paleolitik, Mesolitik, Neolitik, dan Paleolitik.  

Perdebatan Antara Pithecantropus dan Homo Erectus  

Adanya penemuan fosil-fosil Pithecanthropus oleh Dubois dihubungkan dengan teori evolusi manusia yang dituliskan oleh Charles Darwin. Harry Widianto menuliskan perdebatan itu seperti berikut. 

Fosil Pithecanthropus oleh Dubois yang dipublikasikan pada tahun 1894, dalam berbagai majalah ilmiah melahirkan perdebatan. Dalam publikasinya itu Dubois menyatakan bahwa, menurut teori evolusi Darwin, Pithecanthropus erectus adalah peralihan kera ke manusia. Kera merupakan moyang manusia. Pernyataan Dubois itu kemudian menjadi perdebatan, apakah   benar   atap   tengkorak   dengan volume  kecil,  gigi-gigi  berukuran  besar, dan tulang paha yang berciri modern itu berasal dari satu individu? 

Sementara orang menduga bahwa tengkorak tersebut merupakan tengkorak seekor gibon, gigi-gigi merupakan milik Pongo sp., dan tulang pahanya milik manusia  modern?Lima puluhtahun kemudian terbukti bahwa gigi-gigi tersebut memang berasal dari gigi Pongo Sp., berdasarkan ciri-cirinya yang berukuran besar, akar gigi yang kuat dan terbuka, dentikulasi yang tidak individual, dan permukaan occlusal yang sangat berkerut-kerut. 

Perdebatan itu kemudian berlanjut hingga ke Eropa ketika Dubois mempresentasikan penemuan  tersebut  dalam  seminar internasional zoologi pada tahun 1895 di Leiden, Belanda, dan dalam pameran publik British Zoology Society di London. Setelah seminar dan pameran itu banyak ahli yang tidak ingin melihat temuannya itu lagi. Dubois pun kemudian menyimpan semua hasil temuannya itu, hingga pada tahun 1922 temuan itu mulai diteliti oleh  Franz Weidenreich. Temuan-temuan  Dubois  itu  menandai munculnya  sebuah  kajian  ilmu  paleoantropologi  telah  lahir  di Indonesia. Tahun 1920-an merupakan periode yang luar biasa bagi teori evolusi manusia. Teori itu terus menjadi perdebatan, para ahli paleontologi berbicara tentang ontogenesis dan heterokroni. 

Salah seorang teman Dubois, Bolk melakukan formulasi teori foetalisasi yang  sangat  terkenal. Dubois telah  melakukan penemuan fosil missing-link. Sementara Bolk menemukan modalitas evolusi dengan menafsirkan bahwa peralihan dari kera ke manusia terjadi melalui  perpanjangan  perkembangan fetus.  Dubois dan Bolk kemudian bertemu dalam jalur evolutif dari Heackle yang sangat terkenal, bahwa filogenesa dan ontogenesis sama sekali tidak dapat dipisahkan. Penemuan-penemuan kemudian  bertambah  gencar sejak tahun 1927. Penemuan situs Zhoukoudian di dekat Beijing, menghasilkan sejumlah besar fosil-fosil manusia, yang diberi nama Sinanthropus pekinensis. Tengkorak-tengkorak   fosil   beserta tulang  paha  tersebut menunjukkan ciri-ciri yang  sama  dengan Pithecanthropus erectus.


Demikianlah pemaparan artikel yang berjudul Manusia Purba Di Indonesia. Apabila ada kekurangan ataupun kekeliruan dalam penulisan artikel ini, Pustaka Pengetahuan mengucapkan mohon maaf yang sebesar - besarnya. Silahkan tinggalkan pesan yang bijak pada kolom komentar yang tersedia. Terima kasih sudah mengunjungi, semoga bermanfaat.

Bahan bacaan membantu tugas sekolah silahkan klik Berbagai Reviews

Tutorial cara budidaya silahkan klik Baraja Farm Channel

Untuk belajar budidaya, silahkan Baraja Farm

Media sosial silahkan klik facebook.com


Related Posts

Tidak ada komentar:

Posting Komentar