Kumpulan artikel tentang Pengetahuan, pendidikan dan dunia

Rabu, 15 November 2023

Bagaimana Corak Kehidupan Masyarakat Masa Praaksara ?

| Rabu, 15 November 2023


prehistoric society

Sahabat Pustaka Pengetahuan, adapun corak hidup manusia zaman praaksara. Pada awalnya corak hidup manusia zaman praaksara dengan cara nomaden (berpindah-pindah). Kemudian mereka mengalami perubahan dari nomaden ke semi nomaden. Pada akhirnya mereka hidup secara menetap di suatu tempat dengan tempat tinggal yang pasti.

1. Pola Hunian Masyarakat Masa Praaksara

preliterate period

Jika dalam buku sejarah, Jilid I diterangkan tentang pola hunian manusia purba yang memperlihatkan dua karakter khas hunian purba yaitu, 

(1). Kedekatan dengan sumber air   

(2). Kehidupan  di alam  terbuka

Adapun pola hunian itu dapat dilihat dari letak geografis situs-situs serta kondisi lingkungannya. Beberapa contoh yang menunjukkan pola hunian seperti itu adalah situs-situs  purba  di  sepanjang  aliran  Bengawan  Solo  (Sangiran, Sambungmacan, Trinil, Ngawi, dan Ngandong) merupakan contoh lingkungan di pinggir sungai. Kondisi itu dapat dipahami mengingat keberadaan  air  memberikan  beragam  manfaat.  Air  merupakan kebutuhan pokok bagi manusia. 

Dengan adanya air juga diperlukan oleh tumbuhan maupun   binatang.   Keberadaan   air   pada   suatu   lingkungan mengundang hadirnya berbagai binatang untuk hidup di sekitarnya. Begitu pula dengan tumbuh-tumbuhan, air memberikan kesuburan bagi tanaman. Keberadaan air juga dimanfaatkan manusia sebagai sarana penghubung dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Melalui sungai, manusia dapat melakukan mobilitas dari satu tempat ke tempat yang lainnya. 

2. Berburu Meramu Dan Bercocok Tanam.

bercocok tanam masa praaksara

Sudah sering kita mendengar aktivitas masyarakat dalam pembukaan lahan pada beberapa daerah di Indonesia. Hal ini bertujuan untuk membuka lahan baru untuk pertanian, perumahan atau untuk kegiatan industri dalam  rangka  meningkatkan  kesejahteraan  hidup.  Sebenarnya nenek moyang kita juga sudah melakukan hal serupa. 

Dengan pola hidup berpindah-pindah dan melakukan aktivitas bercocok tanam demi kelangsungan hidup mereka. Bagaimana pendapat kamu mengenai kesamaan aktivitas dari dua kehidupan manusia yang terpisah jarak jutaan tahun tersebut? Untuk mendapatkan pemahaman tentang aktivitas bercocok tanam manusia purba di Kepulauan Indonesia silahkan telaah bacaan berikut. 

Dengan mencermati hasil penelitian baik yang berwujud fosil maupun artefak lainnya, diperkirakan manusia zaman praaksara mula-mula hidup dengan cara berburu dan meramu. Hidup mereka umumnya masih tergantung pada alam. Untuk mempertahankan hidupnya mereka menerapkan pola hidup nomaden atau berpindah-pindah tergantung  dari  bahan  makanan  yang  tersedia.  Alat-alat  yang digunakan terbuat dari batu yang masih sederhana. Hal ini terutama berkembang pada manusia Meganthropus dan Pithecanthropus. Tempat-tempat yang dituju oleh komunitas itu umumnya lingkungan dekat sungai, danau, atau sumber air lainnya termasuk di daerah pantai. Mereka beristirahat misalnya di bawah pohon besar. Mereka juga membuat atap dan sekat tempat istirahat itu dari daun-daunan. 

 Pada masa manusia purba berburu dan meramu itu sering disebut dengan masa food gathering. Mereka hanya mengumpulkan dan menyeleksi  makanan  karena  belum  dapat  mengusahakan  jenis tanaman untuk dijadikan bahan makanan. Dalam perkembangannya mulai  ada  sekelompok  manusia  purba  yang  bertempat  tinggal sementara, misalnya di gua-gua, atau di tepi pantai.  

Masa peralihan  Zaman  Mesolitikum  ke  Neolitikum  menandakan adanya  revolusi  kebudayaan  dari  food  gathering  menuju  food producing dengan Homo sapien sebagai pendukungnya. Mereka tidak hanya mengumpulkan makanan tetapi mencoba memproduksi makanan dengan menanam. Kegiatan bercocok tanam dilakukan ketika mereka sudah mulai bertempat tinggal, walaupun masih bersifat sementara. Mereka melihat biji-bijian sisa makanan yang tumbuh di tanah setelah tersiram air hujan. Dalam pelajaran inilah yang kemudian  mendorong  manusia  purba  untuk  melakukan  cocok tanam. 

Apa yang manusia praaksara lakukan di sekitar tempat tinggalnya, lama kelamaan tanah di sekelilingnya habis, dan mengharuskan pindah. mencari tempat yang dapat ditanami. Ada yang membuka hutan dengan menebang pohon-pohon untuk membuka lahan bercocok tanam. Waktu itu juga sudah ada pembukaan lahan dengan cara membakar hutan. Bagaimana pendapat kamu tentang hal ini dan kira-kira apa bedanya dengan pembakaran hutan yang dilakukan oleh manusia modern sekarang ini? 

Dalam kegiatan manusia bercocok tanam terus mengalami perkembangan. Peralatan pokoknya  adalah  jenis  kapak  persegi dan kapak lonjong. Kemudian berkembang ke alat lain yang lebih baik. Dengan dibukanya lahan dan tersedianya air yang cukup maka terjadilah persawahan untuk bertani. Hal ini berkembang karena saat itu, yakni sekitar tahun 2000 – 1500 S.M ketika mulai terjadi perpindahan orang-orang dari rumpun bangsa Austronesia dari Yunnan ke Kepulauan Indonesia. Begitu juga kegiatan beternak juga mengalami perkembangan.   

3. Sistem Kepercayaan 

belief system

Pada masa nenek moyang, kita mengenal kepercayaan kehidupan setelah mati. Mereka percaya pada kekuatan lain yang maha kuat di luar dirinya. Mereka selalu menjaga diri agar setelah mati tetap dihormati. Berikut  ini  kita  akan  menelaah  sistem  kepercayaan  manusia zaman praaksara, yang menjadi nenek moyang kita. Perwujudan kepercayaannya dituangkan dalam berbagai bentuk diantaranya karya seni. Satu di antaranya berfungsi sebagai bekal untuk orang yang  meninggal.  Tentu  kamu  masih  ingat  tentang  perhiasan yang digunakan sebagai bekal kubur. Seiring dengan bekal kubur ini, pada zaman purba manusia mengenal penguburan mayat. Pada saat inilah manusia mengenal sistem kepercayaan. Sebelum meninggal manusia menyiapkan dirinya dengan membuat berbagai bekal kubur, dan juga tempat penguburan yang menghasilkan karya seni cukup bagus pada masa sekarang. Untuk itulah kita mengenal dolmen, sarkofagus, menhir dan lain sebagainya. 

Pada masyarakat   zaman   praaksara   terutama   periode   zaman Neolitikum sudah mengenal sistem kepercayaan. Mereka sudah memahami  adanya  kehidupan  setelah  mati.  Mereka  meyakini bahwa roh seseorang yang telah meninggal akan hidup di alam lain. Oleh karena itu, roh orang yang sudah meninggal akan senantiasa dihormati  oleh  sanak  kerabatnya.  Terkait  dengan  itu  maka kegiatan ritual yang paling menonjol adalah upacara penguburan orang meninggal. Dalam tradisi penguburan ini, jenazah orang yang  telah  meninggal  dibekali  berbagai  benda  dan  peralatan kebutuhan sehari-hari, misalnya barang-barang perhiasan, periuk dan lain-lain yang dikubur bersama mayatnya. 

Hal tersebut dimaksudkan, agar perjalanan arwah orang yang meninggal selamat dan terjamin dengan baik. Dalam upacara penguburan ini semakin kaya orang yang meninggal maka upacaranya juga semakin mewah. Barang- barang berharga yang ikut dikubur juga semakin banyak. Selain  upacara-upacara  penguburan,  juga  ada  upacara- upacara pesta untuk mendirikan bangunan suci. Mereka percaya manusia  yang  meninggal  akan  mendapatkan  kebahagiaan  jika mayatnya ditempatkan pada susunan batu-batu besar, misalnya pada peti batu atau sarkofagus.  

Adanya batu-batu  besar  ini menjadi  lambang  perlindungan  bagi manusia  yang  berbudi  luhur  juga  memberi  peringatan  bahwa kebaikan kehidupan di akhirat hanya akan dapat dicapai sesuai dengan  perbuatan  baik  selama  hidup  di  dunia.  Hal  ini  sangat tergantung pada kegiatan upacara kematian yang pernah dilakukan untuk menghormati leluhurnya. Oleh karena itu, upacara kematian merupakan  manifestasi  dari  rasa  bakti  dan  hormat  seseorang terhadap leluhurnya yang telah meninggal. Sistem kepercayaan masyarakat praaksara yang demikian itu telah melahirkan tradisi megalitik  (zaman  megalitikum  =  zaman  batu  besar).  Mereka mendirikan  bangunan  batu-batu  besar  seperti  menhir,  dolmen, punden  berundak,  dan  sarkofagus.

Jika seorang dapat dilihat kedudukan sosialnya dari cara penguburannya. Bentuk dan bahan wadah kubur dapat digunakan sebagai petunjuk status sosial seseorang. Penguburan dengan sarkofagus misalnya, memerlukan jumlah tenaga kerja yang lebih banyak dibandingkan dengan penguburan tanpa  wadah.  Dengan  kata  lain,  pengelolaan tenaga  kerja  juga  sering  digunakan  sebagai indikator   stratifikasi   sosial   seseorang   dalam masyarakat. 


Demikianlah artikel yang berjudul Bagaimana Corak Kehidupan Masyarakat Masa Praaksara ?. Apabila ada kekurangan ataupun kekeliruan dalam penulisan artikel ini, Pustaka Pengetahuan mengucapkan mohon maaf yang sebesar - besarnya. Silahkan tinggalkan pesan yang bijak pada kolom komentar yang tersedia. Terima kasih sudah mengunjungi, semoga bermanfaat.

Bahan bacaan lainnya, jika membantu tugas sekolah silahkan klik Berbagai Reviews

Untuk menambah wawasan dan pengetahuan, silahkan klik Baraja Farm

Tutorial cara budidaya silahkan klik Baraja Farm Channel

Media sosial silahkan klik facebook.com

Related Posts

Tidak ada komentar:

Posting Komentar