Kumpulan artikel tentang Pengetahuan, pendidikan dan dunia

Senin, 07 Oktober 2019

Buzzer Jokowi Berbahaya, Berpotensi Merusak Demokrasi, Sebagai Produk Gagal Demokrasi ??

| Senin, 07 Oktober 2019
buzzer jokowi berbahaya - pustakapengetahuan.com


Fenomena buzzer alias pendengung  tidaklah baru di zaman  demokrasi sekaligus era digital. Kehadirannya  membikin riuh rendah  media sosial, dan amat bising  ketika masa kampanye pemilihan  presiden lalu.

Berbeda dengan media pers yang menyebarkan informasi yang diverifikasi setidaknya mengikuti patokan jurnalistik,  para pendenggung menebar kabar, analisa, sesukanya. Tujuannya macam-macam, dari menebarkan citra baik buat tokoh yang didukung hingga merusak reputasi lain. Jelas  informasi yang disebar  oleh buzzer  bisa menyesatkan.


Buzzer soal ambulans DKI.


Buzzer soal ambulans DKI - pustakapengetahuan.com


Tulisan itu juga menggambarkan  adanya dugaan para buzzer  di balik kabar tentang ambulans berlogo pemerintah DKI Jakarta yang berisi batu saat unjuk rasa pelajar sekolah menengah atas pekan lalu.

Buktinya, rekam oleh Drone Emprit, aplikasi pemantau percakapan di dunia maya, cuitan mereka itu lebih cepat beberapa jam dibanding akun resmi TMC Polda Metro Jaya. Sebagian di antaranya mengolok-olok Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, yang mereka perangi sejak pemilihan Gubernur DKI 2017. Belakangan, polisi menyatakan kabar itu tidak benar.


Buzzer produk gagal demokrasi

Opini Tempo menyatakan bahwa para buzzer ini adalah produk gagal dari era kebebasan berpendapat. “Memanfaatkan kemampuan menulis sebagian di antara buzzer Jokowi adalah bekas wartawan dan fanatisme pembacanya, mereka mengemas kabar bohong sedemikian rupa sehingga terlihat benar,” begitu pendapat penulis opini itu.

Di negara demokrasi  yang lain,  fenomena buzzer juga marak.  Boleh jadi pemerintah dan DPR perlu memikirkan regulasi mengenai  hal ini, tanpa mengurangi kebebasan berpendapat.  Aturan mainnya perlu dikaji. Setidaknya, pemakai jasa buzzer  bisa dipersolkan,  apalagi jika ia seorang pejabat atau tokoh politik.  Pengerahan buzzer jelas tidak fair dalam demokrasi. Dikutip dari Teras.


Buzzer Jokowi Membahayakan Demokrasi.


Buzzer Jokowi Membahayakan Demokrasi - pustakapengetahuan.com


Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia menganggap demokrasi di Indonesia terancam karena ulah para pendengung atau buzzer. Menurut YLBHI, tindakan paling berbahaya yang dilakukan Buzzer adalah menutupi fakta.

"Kalau kita mau mempertahankan iklim demokrasi, maka fakta harus diterima, bukan dimentahkan oleh buzzer bayaran," kata Ketua YLBHI Asfinawati di kawasan Jakarta Pusat, Sabtu, 5 Oktober 2019.

Asfinawati mengatakan penelitian Universitas Oxford membuktikan bahwa pasukan siber memang ada. Menurut studi itu, Indonesia termasuk dalam negara yang menggunakan media sosial untuk propaganda politik, disinformasi, dan upaya menurunkan tingkat kepercayaan pada media.

Secara umum, pasukan siber Indonesia menggunakan akun bot dan yang dikelola manusia, dengan tujuan menyebarkan propaganda pro pemerintah atau partai politik, menyerang kampanye, mengalihkan isu penting, memecah belah dan polarisasi, dan menekan oposisi.

"Buzzer yaitu orang yang dibayar untuk mengungkapkan hal tertentu dan pemerintah mengakui mereka punya buzzer," kata Asfin.

Ia mengatakan dalam iklim yang demokratis, pemerintah harusnya tidak perlu khawatir dengan kebenaran yang ada. Ketika orang yang mengkritik dikriminalisasi dan ada buzzer yang bertugas menutupi kenyataan tersebut, menurut Asfin hal itu pertanda demokrasi di Indonesia sedang menurun. "Kalau diteruskan lama-lama kita tidak punya demokrasi lagi," kata dia. Dikutip dari Tempo.


Buzzer, Niatnya Ingin Menjelekkan Anak STM.


Niat buzzer ingin menjelekkan anak STM - pustakapengetahuan.com


Dari sini, sebenarnya bisa menunjukkan dua hal. Buzzer itu ada dan pasti dibayar untuk membela kepentingan tertentu dan momen tertentu. Kedua, sebuah gerakan pembelaan atas nama rakyat dan keadilan pasti selalu ada upaya untuk menunggangi.

Apakah kamu punya aplikasi True Caller? Kalau belum punya unduh dulu ya. Melalui aplikasi ini, kita sebenarnya bisa tahu siapa yang menelepon kita sekaligus yang kita telepon. Beberapa kali, saya ditelepon marketing kartu kredit berhasil saya tolak karena menggunakan aplikasi ini.

Nah, aplikasi ini yang luput dalam ingatan para buzzers. Niatnya ingin membelejeti gerakan anak - anak STM dengan melakukan screenshot grup mereka. Selain anak STM ini dibayar, juga menunjukkan ada yang menunggangi. Tujuannya tentu saja memecah gerakan aksi sehingga memunculkan pandangan bahwasanya ini benar-benar dibayar.

Namun, akun buzzer ini lupa satu hal, yaitu aplikasi True Caller yang bisa mengecek nomor-nomor yang tertera di sana. Beberapa akun Twitter mencoba untuk membongkarnya, ternyata nomor yang tercantum dalam percakapan grup WhatsApp itu justru dari nama-nama yang tergabung di aparat. Karena tahu kedoknya, cuitan ini lalu dihapus. Namun, screenshoot kalau anak-anak STM ini dibayar sudah masuk dalam pemberitaan media online dan diterima oleh publik sebagai sebuah kebenaran

Dari sini, sebenarnya bisa menunjukkan dua hal. Buzzer itu ada dan pasti dibayar untuk membela kepentingan tertentu dan momen tertentu. Kedua, sebuah gerakan pembelaan atas nama rakyat dan keadilan pasti selalu ada upaya untuk menunggangi. Namun, yang berbahaya dari penunggang itu adalah upaya melakukan adu domba. Adanya kerusakan publik akibat aksi demonstrasi yang dilakukan atas nama STM tentu saja akan membentuk pandangan jelek terhadap tuntutan di jalan. Dikutip dari Mojok.


Demikianlah uraian tentang " Buzzer Jokowi Berbahaya", yang dapat kami sampaikan, jika ada kesalahan atau kekurangan kami mohon maaf, silahkan tinggalkan komentar dengan sifatnya membangun menjadi lebih baik. Semoga bermanfaat dan terima kasih.


Related Posts

Tidak ada komentar:

Posting Komentar